Sayangi Ibu Kita


Ketika berusia 1 tahun, ibu suapkan makanan dan memandikan kita. Cara kita mengucapkan terima kasih kepadanya hanyalah dengan menangis sepanjang malam.
Apabila berusia 2 tahun, ibu mengajari kita bermain. Kita ucapkan terimakasih dengan lari sambil tertawa terkekeh-kekeh saat dipanggil.
Menjelang usia kita 3 tahun, ibu menyediakan makanan dengan penuh rasa kasih sayang... kita ucapkan terima kasih dengan menumpahkan makanan ke lantai.
Ketika usia 4 tahun, ibu membelikan sekotak pensil warna, kita ucapkan terimakasih dengan mencoreti dinding rumah.
Ketika usia 5 tahun, ibu membelikan sepasang pakaian baru, kita ucapkan terimakasih dengan bergulingan di tanah kotor.
Setelah berusia 6 tahun, ibu menuntun tangan kita ke sekolah, kita ucapkan terimakasih dengan menjerit: “Aku tak mau sekolah, tak mau sekolah!”
Apabila berusia 7 tahun, ibu membelikan sebuah bola. Cara mengucapkan terima kasih ialah kita pecahkan kaca jendela tetangga.
Menjelang usia 8 tahun, ibu belikan es krim, kita ucapkan terimakasih dengan mengotori pakaian ibu.
Ketika usia 9 tahun, ibu mengantar ke sekolah... kita ucapkan terima kasih kepadanya dengan membolos.
Berusia 10 tahun, ibu menghabiskan waktu sehari suntuk menemani kita kemana saja... kita ucapkan terimakasih dengan tidak bertegur sapa dengannya, karena malu pada teman-teman.
Apabila berusia 12 tahun, ibu menyuruh mengerjakan pekerjaan rumah... kita ucapkan terimakasih dengan menonton televisi.
Menjelang usia 13 tahun, ibu suruh  memakai pakaian yang menutup aurat... kita ucapkan terimakasih kepadanya dengan memberitahu, bahwa pakaian itu ketinggalan zaman.
Ketika berusia 14 tahun, ibu banting tulang bekerja untuk membayar iuran sekolah, kita ucapkan terimakasih kepadanya dengan tidak  pernah menuruti perintahnya.
Berusia 15 tahun, ibu pulang kerja merindukan pelukan dan ciuman... kita ucapkan terimakasih dengan mengunci pintu kamar.
Menjelang usia 18 tahun, ibu menangis gembira mendengar kita masuk ke perguruan tinggi, kita ucapkan terimakasih kepadanya dengan bersuka ria bersama kawan-kawan di cafe.
Ketika berusia 19 tahun, ibu bersusah payah membayar iuran pengajian, mengantar ke kampus dan menyeret koper kita ke kamar kos, kita hanya ucapkan selamat jalan pada ibu di luar kamar kos-kosan karena malu dengan kawan-kawan.
Berusia 20 tahun, ibu bertanya apakah kita sudah punya calon suami, jawab kita, “Itu bukan urusan ibu”.
Setelah berusia 21 tahun, ibu memberikan pandangan mengenai pekerjaan, kita bilang : “Saya tidak mau jadi seperti ibu.”
Ketika berusia 22-23 tahun, ibu membelikan perabot untuk rumah kita. Di belakang ibu kita katakan pada kawan-kawan.. “Perabot pilihan ibu aku kuno, tidak sudi aku!”
Ketika berusia 24 tahun, ibu bertemu dengan calon menantunya dan bertanya tentang rencana masa depan, kita mendelik dan bersungut. “Ibu tooooolonglah..”
Ketika berusia 25 tahun, ibu bercucuran keringat membiayai biaya pernikahan kita. Ibu menangis dan memberi tahu betapa dia sangat menyayangi kita, tetapi kita ucapkan terima kasih kepadanya dengan pindah rumah.
Pada usia 30 tahun, ibu menelepon memberikan nasihat dan petuah mengenai perawatan bayi... kita dengan mudah berkata, “Itu  dulu, sekarang zaman sudah modern... jelas beda..”
Ketika berusia 40 tahun, ibu menelepon mengingatkan tentang kampung halaman, kita berkata : “Kami sibuk, tak ada waktu pulang kampung.”
Apabila usia 50  tahun, ibu jatuh sakit dan meminta kita menjaganya, kita bercerita mengenai kesibukan dan kisah-kisah orang tua yang menjadi beban kepada anak-anak. Dan kemudian suatu hari, kita mendapat berita ibu meninggal! Kabar itu bagaikan petir!! Dalam lelehan air mata, barulah segala perbuatan kita terhadap ibu menerpa satu persatu.
Jika ibu masih ada, sayangi dia. Jika telah tiada, ingatlah kasih dan sayangnya serta do’akan dia. Sayangilah ibu, karena kita semua ada dari seorang ibu. Rasakan keringat dan air matanya, disana ada rasa sayang dan cinta sejati. Ungkapkanlah... segala hal yang berkecamuk di dada, yang menyesakkan dan membuat ngilu rusukmu. Sebelum semuanya terlambat...
Dikutip dari:
"Clay; Cinta dalam Segenggam Tanah Liat" Karya Gola Gong
Puisi ini tersebar di berbagai mailing list, tanpa disertakan nama penulisnya. 


AZ✿

0 komentar:

Posting Komentar

Ada Pendapat? :)

 

Pengejar Matahari Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger